Sebagaimana
dengan wilayah lain di Nusantara, masa-masa awal kehidupan bermasyarakat di
Bali dikelompokkan sebagai jaman pra sejarah. Pada masa pra sejarah ini tidak
ditemukan catatan-catatan yang
menggambarkan tatanan kehidupan bermasyarakat. Yang menjadi acuan adalah temuan
berbagai peralatan yang dipergunakan
sebagai sarana menopang kelangsungan hidup manusia
Bali ketika itu.
Dari
berbagai temuan masa pra sejarah itu, jaman pra sejarah Bali - sebagaimana
dengan kebanyakan wilayah lain - meliputi tiga babak tingkatan budaya. Lapis
pertama adalah masa kehidupan yang bertumpu
pada budaya berburu. Secara alamiah, berburu adalah cara mempertahankan kelangsungan
hidup yang amat jelas dan mudah dilakukan. Dengan alat-alat sederhana dari
bahan batu, yang peninggalannya ditemukan di daerah Sembiran di Bali utara dan wilayah Batur, manusia Bali diperkirakan
mampu bertahan hidup. Peninggalan peralatan sejenis yang lebih baik, dengan
menggunakan bahan tulang, ditemukan pula di gua Selonding di daerah Bulit,
Badung Selatan. Ini menunjukkan bahwa masa berburu melewati masa cukup panjang
disertai dengan peningkatan pola pikir yang
makin baik.
Masih
berdasar pada temuan benda-benda purbakala, tergambar bahwa Bali mulai
meninggalkan masa berburu dan masuk pada masa bercocok tanam. Kendati sudah
memasuki tatanan hidup yang lebih terpola pada masa bertanam, kelompok manusia
Bali pada masa itu dipastikan hidup secara berpindah. Berbagai peninggalan
sejenis ditemukan sebagai temuan lepas di berbagai wilayah Bali barat, Bali
utara, dan Bali selatan. Tatatan hidup dengan permukiman
diyakini sebagai peralihan tatanan hidup manusia Bali dari jaman pra sejarah ke
jaman sejarah. Peninggalan purbakala berupa nekara perunggu dan berbagai barang
dari bahan logam di daerah Pejeng Gianyar,
membuktikan bahwa kala itu telah terbentuk tatanan masyarakat yang lebih
terstruktur.
Berbarengan
dengan peralihan jaman pra sejarah ke jaman sejarah, pengaruh Hindu dari India
yang masuk ke Indonesia diperkirakan memberi
dorongan kuat pada lompatan budaya di Bali. Masa peralihan ini, yang lazim
disebut sebagai masa Bali Kuno antara abad 8 hingga abad 13, dengan amat jelas
mengalami perubahan lagi akibat pengaruh Majapahit yang berniat menyatukan
Nusantara lewat Sumpah Palapa Gajah Mada di awal abad 13. Tatanan pemerintahan
dan struktur masyarakat mengalami penyesuaian mengikuti pola pemerintahan
Majapahit. Benturan budaya lokal Bali Kuno dan budaya Hindu Jawa dari Majapahit
dalam bentuk penolakan penduduk Bali menimbulkan berbagai perlawanan di
berbagai daerah di Bali. Secara perlahan dan pasti, dengan upaya penyesuaian
dan percampuran kedua belah pihak, Bali berhasil menemukan
pola budaya yang sesuai dengan pola pikir masyarakat dan keadaan alam Bali.
Model
penyesuaian ini kiranya yang kemudian membentuk masyarakat dan budaya Bali yang
diwarisi kini menjadi unik dan khas, menyerap unsur Hindu dan Jawa Majapahit
namun kental dengan warna lokal.
Pola perkembangan
budaya Bali di masa-masa berikutnya, jaman penjajahan dan jaman kemerdekaan,
secara alamiah mengikuti alur yang sama yaitu menerima pengaruh luar yang lebur
ke dalam warna budaya lokal.
0 komentar:
Posting Komentar